Jakarta, Sebaraya.com – Pemerintah Indonesia merespons dengan hati-hati pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus terjadi saat ini.
Menurut data dari Refinitiv, rupiah telah melewati batas psikologis Rp15.600/US$ atau mengalami pelemahan sebesar 0,49% terhadap dolar AS. Ini merupakan tingkat terendah dalam sembilan bulan terakhir, sejak 6 Januari 2023.
Airlangga, salah seorang pejabat pemerintah, mengatakan bahwa pelemahan ini masih dipengaruhi oleh penguatan ekonomi Amerika Serikat. Namun, dia belum memberikan penjelasan mengenai langkah konkret yang akan diambil pemerintah untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah ke depan.
Baca Juga : Investasi Strategis PT United Tractors dalam Nickel Industries, Langkah Maju dalam Diversifikasi Bisnis
“Kita harus mengingat bahwa pergerakan nilai tukar rupiah tidak bisa diukur hanya dalam hitungan harian, terutama ketika ekonomi Amerika menguat,” tegas Airlangga saat diwawancara di Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Selasa (3/10/2023).
Mengutip catatan dari tim riset CNBC Indonesia, indeks dolar AS atau DXY dibuka pada posisi 107,02 dalam perdagangan hari ini, dan saat ini telah kembali naik ke angka 107,13, mengalami kenaikan sebesar 0,20% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 106,90.
Penguatan DXY ini telah terjadi sejak pertengahan Juli 2023, dengan kenaikan sebesar 7,23% dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan.
Selain itu, imbal hasil obligasi US Treasury tenor 10 tahun juga mengalami penguatan yang sangat signifikan sejak 5 April 2023, dimana tingkat imbal hasilnya mencapai titik terendah tahun ini, yaitu 3,28%, dan saat ini telah meningkat menjadi 4,67%, mengalami kenaikan sebesar 42,37% dalam waktu enam bulan.
Kenaikan imbal hasil AS ini semakin menarik investor untuk berinvestasi di AS, sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow), sementara negara-negara emerging market seperti Indonesia mengalami aliran modal keluar (capital outflow).
Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa investor asing masih terus menjauhi pasar keuangan Indonesia, yang mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar. Data transaksi BI pada tanggal 25 – 27 September 2023 menunjukkan bahwa investor asing di pasar keuangan domestik mencatat penjualan bersih sebesar Rp7,77 triliun, terdiri dari penjualan bersih Rp7,86 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), penjualan bersih Rp2,07 triliun di pasar saham, dan pembelian bersih Rp2,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Baca Juga : RUU ASN Disahkan Menjadi UU, Tenaga Non-ASN Aman dari Ancaman PHK Massal
Semua ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga AS yang terus berlangsung. Saat ini, suku bunga AS berada dalam kisaran 5,25-5,50%. Hingga akhir tahun ini, bank sentral AS (The Fed) berencana untuk menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 1 kali (25 basis poin).
Hal ini tercermin dari survei perangkat CME FedWatch. Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan November menunjukkan bahwa 27,2% dari responden meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya. Sementara itu, 39% dari responden percaya bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya pada bulan Desember 2023.