JAKARTA, SEBARAYA.COM – International Council on Clean Transportation (ICCT) merilis temuan kajian terbaru yang menyoroti peran klutch kendaraan listrik baterai dalam mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut ICCT, sektor transportasi telah memasuki jalur yang tepat untuk mencapai target net zero emission (NZE) 2060 atau bahkan lebih cepat.
Dalam kajian berjudul “Perbandingan Daur Hidup Emisi Gas Rumah Kaca dari Kendaraan Bermotor Mesin Bakar dengan Kendaraan Listrik pada Mobil Penumpang dan Sepeda Motor di Indonesia,” ICCT menyoroti potensi besar kendaraan listrik baterai dalam mereduksi emisi GRK dibandingkan dengan kendaraan jenis lainnya.
Dalam acara “Media Workshop: Course To Zero (Emission)” di ECO-S Coworking & Office Space Sahid Sudirman Residence pada Rabu (28/02) kemarin, ICCT mempresentasikan hasil kajian tersebut. Acara ini dihadiri oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, serta dua Senior Researcher ICCT, Aditya Mahalana dan Georg Bieker.
Rachmat Kaimuddin menyatakan bahwa sektor transportasi menjadi kontributor emisi GRK kedua terbesar di Indonesia, bahkan menjadi yang terbesar di Jakarta. “Pemerintah akan mendorong adopsi kendaraan nol emisi, terutama kendaraan listrik baterai,” ungkapnya.
Aditya Mahalana menambahkan, “Menurut perhitungan ICCT, pada 2050 emisi dari sektor transportasi akan meningkat dua kali lipat dari sekarang.” Dia menjelaskan bahwa pengurangan emisi sektor tersebut dapat dicapai dengan adopsi kendaraan listrik baterai.
Mengenai hasil kajian, Georg Bieker, penulis utama kajian tersebut, menyatakan bahwa kendaraan listrik baterai memiliki potensi mereduksi setengah dari emisi kendaraan bahan bakar fosil (BBM) pada tahun 2030, bahkan bisa lebih rendah.
Berdasarkan perhitungan kajian, daur hidup emisi kendaraan listrik baterai untuk berbagai segmen kendaraan, seperti kendaraan kecil, sport utility vehicle (SUV), dan multipurpose vehicle (MPV) pada tahun 2023, diperkirakan 47–56 persen lebih rendah dibandingkan kendaraan BBM. Proyeksi untuk tahun 2030 menunjukkan potensi reduksi hingga 65 persen.
Georg Bieker juga menekankan bahwa pengisian daya kendaraan listrik baterai menggunakan listrik dari sumber energi terbarukan dapat mencapai potensi emisi hingga 85 persen lebih rendah.
Kajian ICCT juga mencakup sepeda motor listrik, yang menunjukkan potensi reduksi emisi sebesar 26–35 persen pada tahun 2023, dan proyeksi hingga 51 persen pada tahun 2030 dibandingkan sepeda motor bahan bakar fosil.
Berdasarkan temuan kajian, ICCT mengusulkan empat opsi kebijakan. Pertama, pemerintah dapat meningkatkan produksi baterai dan kendaraan listrik secara domestik dengan menetapkan target produksi dan penjualan, serta memberikan insentif pengurangan pajak.
Kedua, ICCT mengusulkan penghentian produksi dan penjualan mobil dan sepeda motor BBM, HEV, dan PHEV secara bertahap pada 2040 untuk mempercepat pencapaian target NZE 2060.
Ketiga, pemerintah dapat menetapkan mandat penjualan kendaraan listrik dan/atau menerapkan Corporate Average Fuel Economy (CAFE) Standard untuk membantu produsen meningkatkan pangsa kendaraan listrik baterai.
Opsi terakhir, pemerintah dapat memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik baterai dan insentif pajak yang lebih beragam, seiring dengan kebijakan feebate/rebate atau cukai untuk kendaraan dengan tingkat polusi atau konsumsi bahan bakar tinggi.
Rachmat Kaimuddin menyatakan bahwa pemerintah akan melanjutkan insentif keringanan pajak, serta menerbitkan peraturan yang menangguhkan bea impor masuk kendaraan listrik guna mengenjot produksi dalam negeri. Pemerintah juga tengah berkoordinasi untuk menarik investor, termasuk dari Citroën, agar membangun kendaraan listrik baterai di dalam negeri.
Dengan sektor transportasi yang saat ini menyumbang 27 persen emisi GRK dan berpotensi naik pesat seiring pertumbuhan ekonomi nasional, keberhasilan implementasi kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat signifikan, seperti mengurangi dampak buruk kesehatan masyarakat, mendukung ketersediaan udara bersih, dan mengurangi impor minyak serta anggaran subsidi BBM. (RST)