JAKARTA, SEBARAYA.COM – Transportasi berkelanjutan dan inklusif menjadi salah satu tantangan terbesar kawasan perkotaan di Indonesia. Isu ini bukan hanya soal mobilitas rendah emisi, tetapi juga bagaimana menyediakan energi bersih yang dapat menopang kehidupan masyarakat.
Salah satu pelaku industri yang serius mendukung transisi energi adalah Grup Barito Pacific. Lewat anak usahanya, Chandra Asri Group, perusahaan ini mulai memperkuat pilar usaha di sektor energi terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Manajer Ekonomi Sirkular dan Kemitraan Chandra Asri Group, Nicko Setyabudi, menjelaskan pihaknya ingin menghadirkan listrik hijau yang lebih ramah lingkungan. “Chandra Asri punya fokus utama di sektor kimia, infrastruktur, dan energi. Untuk energi baru terbarukan, kami menghadirkan Krakatau Chandra Energy di Cilegon. Di sana kami ingin menghadirkan listrik yang lebih hijau memakai solar panel,” ujarnya dalam talkshow Green Collabs yang digelar Katadata Green di Jakarta, Sabtu (23/8).
Nicko menambahkan, energi terbarukan seperti panel surya akan menjadi tren masa depan. “Selama ini masih ada ketergantungan pada bahan bakar fosil. Listrik hijau ini akan jadi tren ke depan,” katanya.
Isu energi bersih tak bisa dilepaskan dari sektor transportasi. Ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi berbahan bakar fosil menjadikan transportasi salah satu penyumbang polusi terbesar di kota-kota besar.
Direktur Operasional dan Keamanan PT Transjakarta, Daud Joseph, menegaskan pihaknya berkomitmen penuh pada elektrifikasi armada. “Bus-bus kami semua akan beralih ke bus listrik. Saat ini sudah beroperasi 570 unit, dan akan terus bertambah 1.000 unit setiap tahun hingga mencapai 10.000 unit pada 2030,” ujarnya.
Langkah tersebut menjadi bagian dari target nol emisi pada layanan angkutan umum, sehingga transportasi publik benar-benar menjadi solusi ramah lingkungan.
Meski langkah elektrifikasi terus berjalan, tantangan besar masih membayangi transportasi perkotaan, terutama soal inklusivitas.
Rilis Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) pada Maret 2024 mencatat, warga Jabodetabek rata-rata menempuh 10,5 km per hari untuk beraktivitas di Jakarta. Namun, cakupan transportasi publik masih timpang: Jakarta sudah menjangkau 78% wilayahnya, sementara kota-kota satelit Bodetabek baru 8–29%.
Akibatnya, masyarakat tetap bergantung pada kendaraan pribadi. Imbasnya, kemacetan semakin parah, polusi meningkat, dan kesenjangan mobilitas makin melebar.
Gonggomtua E. Sitanggang, Southeast Asia Director ITDP, menilai penggunaan energi bersih adalah kunci utama menuju transportasi ramah lingkungan. “Kalau ingin kota kita lebih compact, maka kendaraan pribadi yang tersisa harus berbasis listrik,” ujarnya.
Menurutnya, integrasi transportasi publik dan kendaraan listrik dapat menekan polusi udara, meningkatkan kualitas kesehatan, sekaligus mendorong produktivitas masyarakat perkotaan. (RST)