CILACAP, SEBARAYA.COM – Citra Nusakambangan yang selama ini identik dengan “pulau penjara menakutkan” kini mulai bergeser. Warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, berhasil membuktikan bahwa dari balik jeruji pun mereka bisa menggerakkan roda ekonomi dengan cara produktif dan ramah lingkungan.
Melalui workshop pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) – limbah hasil pembakaran batu bara dari PLTU Adipala – para warga binaan dilatih mengolahnya menjadi produk konstruksi bernilai ekonomi, seperti batako, paving block, roaster, hingga buis beton. FABA yang dulunya dianggap sampah tak berguna, kini berubah menjadi sumber kehidupan baru.
Program hasil kolaborasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) dengan PT PLN (Persero) ini menjadi bukti transformasi lembaga pemasyarakatan, dari sekadar ruang hukuman menjadi pusat pemberdayaan yang memberi bekal nyata untuk kehidupan pascapembinaan.
Salah satu warga binaan, Kevin Ruben Rafael dari Lapas Terbuka Nusakambangan, mengaku bersyukur bisa ikut serta. “Ini sangat membantu kami, karena menambah ilmu pengetahuan. Ketika keluar nanti, ilmu ini bisa bermanfaat bagi kehidupan kami di masyarakat,” ujarnya.
Senada, Listianto, warga binaan Lapas Nirbaya Nusakambangan, menyebut program ini memberinya harapan baru. “Alhamdulillah, sekarang saya bisa ikut program ini. Saya ingin mandiri, saya ingin kembali ke masyarakat dengan menjadi yang lebih baik lagi,” ucapnya.
Menteri Imipas Agus Andrianto menilai program ini sebagai model pelatihan kerja yang bisa direplikasi. “Kami mempersiapkan warga binaan agar siap kembali ke masyarakat. Kontribusi PLN sangat berarti dalam mewujudkan lapas produktif,” ujarnya saat meninjau workshop, Selasa (9/9).
Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menekankan nilai ganda dari program ini: solusi lingkungan sekaligus peluang ekonomi. “Kami bangga warga binaan berhasil memanfaatkan limbah menjadi komoditas produktif. Kegiatan ini menciptakan lapangan kerja, memberi dampak positif, serta menghasilkan produk berkualitas dengan harga kompetitif,” jelasnya.
Saat ini, workshop FABA di Nusakambangan dilengkapi dua unit mesin yang mampu memproduksi hingga 2 juta paving block dan 1 juta batako per tahun. Jika berjalan optimal, potensi omzet bisa tembus Rp5,4 miliar per tahun.
Sebanyak 30 warga binaan sudah aktif memproduksi olahan FABA dengan kualitas premium. Darmawan optimistis jumlah tersebut akan bertambah seiring pendampingan intensif. “Kedisiplinan dan etos kerja mereka luar biasa. Produk yang dihasilkan memiliki potensi besar di pasar industri,” tambahnya.
Keberhasilan ini menjadi tonggak baru bagi Nusakambangan. “Ke depan, Nusakambangan akan menjadi percontohan nasional bagaimana lapas dapat berkembang menjadi episentrum kegiatan ekonomi sekaligus pusat pemberdayaan masyarakat,” pungkas Darmawan. (RST)