SERANG, SEBARAYA.COM – Sebuah riset terbaru yang dilakukan oleh Populix mengungkapkan bahwa mayoritas karyawan di Indonesia pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja. Dari survei yang melibatkan 1.412 pekerja formal, sebanyak 73% responden mengaku pernah menjadi korban perlakuan tidak menyenangkan, mulai dari kekerasan verbal hingga pelecehan seksual dan fisik.
Bentuk Perlakuan Tidak Menyenangkan
Penelitian ini mengungkap berbagai bentuk perlakuan tidak menyenangkan yang dialami para pekerja. Kekerasan verbal menjadi yang paling sering dilaporkan dengan 76% responden mengaku pernah mengalami hinaan atau peremehan, diikuti oleh makian, teriakan, dan bentakan (47%), candaan tidak senonoh (40%), fitnah atau gosip (40%), penghinaan fisik/body shaming (38%), ancaman dan tekanan (27%), serta bullying atau perundungan (19%).
Pelecehan Seksual dan Cat Calling
Pelecehan seksual juga menjadi isu signifikan dalam survei ini, dengan 40% pekerja mengaku pernah mengalaminya. Bentuk pelecehan seksual yang paling umum adalah cat calling, yang dilaporkan oleh 76% responden. Selain itu, pelecehan juga muncul dalam bentuk perhatian berlebihan pada bagian tubuh tertentu (42%), gesture seksual (kedipan atau gesture mencium), dan sentuhan tanpa persetujuan yang dialami oleh 22% korban.
Penanganan Kasus yang Tidak Maksimal
Tingginya angka pekerja yang mengalami perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja diperparah dengan penanganan kasus yang sering kali tidak maksimal. Sebanyak 35% responden mengungkapkan bahwa kasus mereka tidak terselesaikan dengan baik, sementara 21% lainnya mengatakan bahwa penanganan kasusnya tidak berpihak pada korban. Wayan Aristana, Senior Executive Social Research Populix, menyatakan bahwa mekanisme penanganan yang tidak efektif menyebabkan pelaku sering kali kembali melakukan perbuatan yang sama, sementara korban atau saksi dapat menerima ancaman lebih lanjut.
Dampak dari Penanganan yang Tidak Efektif
Penanganan yang tidak maksimal juga berdampak negatif pada lingkungan kerja secara keseluruhan. Hasil riset menunjukkan bahwa 91% pelaku yang tidak mendapatkan sanksi kembali mengulangi perbuatannya, dan 67% korban atau saksi mengalami ancaman. Bahkan, beberapa pekerja mengaku bahwa korban justru diberhentikan dari pekerjaannya.
Peran Human Resources (HR) dalam Menangani Kasus
Jonas Danny, Head of Human Resources Populix, menegaskan bahwa kasus perlakuan tidak menyenangkan menjadi tantangan besar bagi departemen HR. Banyak korban yang enggan melapor karena takut identitas mereka terungkap atau karena tidak yakin bahwa laporan mereka akan diproses dengan adil. “Mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini bersifat delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban. Namun sering kali korban merasa takut untuk melapor,” jelas Jonas.
Diskusi dan Upaya Pencegahan
Hasil riset ini dipresentasikan dalam diskusi Populix berjudul ”Gen Z and Millennial Under Pressure: Uncovering Negative Experience and Unpleasant Treatment in the Workplace” yang diadakan pada 24 Juni 2024. Diskusi ini menyoroti pentingnya perusahaan memiliki mekanisme yang jelas dan tegas dalam menangani kasus perlakuan tidak menyenangkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman bagi seluruh pekerja.
Survei dilakukan secara online dari tanggal 28 Mei hingga 4 Juni 2024, dengan responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Responden survei ini terdiri dari pegawai swasta (66%), pekerja lepas/freelance (19%), dan sisanya adalah ASN/PNS/Pegawai Pemerintah, karyawan BUMN, profesional, serta lainnya. TNI/Polri dikecualikan dalam survei ini. (RST)